JAKARTA – Koordinasi itu bisa dilakukan berhubung keketuaan ASEAN pada 2023 berada di Indonesia. “Akan baik kalau Kemenkes kita mengoordinasikan seluruh kementerian kesehatan negara ASEAN untuk kewaspadaan dan antisipasi (flu burung),” kata Prof Tjandra dalam siaran pers, Senin (27/2/2023).
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini menyebut, antisipasi dilakukan dengan cara mendeteksi adanya kasus flu burung di negara ASEAN selain Kamboja, termasuk Indonesia. Diketahui, kasus flu burung (H5N1) sudah menular ke manusia di Kamboja. Terbaru, seorang anak berusia 11 tahun meninggal dunia akibat penyakit tersebut. Sebelumnya, ada 22 ekor ayam dan tiga bebek yang mati di lingkungan rumah keluarga itu. Di desa tempat keluarga tinggal, sejumlah burung liar pun mati, serta masih ada 11 orang lagi yang sedang dalam pemeriksaan kemungkinan tertular flu burung.
“Perlu mendeteksi apakah ada kasus di negara ASEAN lain di luar Kamboja termasuk Indonesia. Kalau memang ada maka perlu upaya maksimal untuk mengendalikan di sumbernya,” tutur dia.
Pengendalian sumber, kata Prof Tjandra, dimaksudkan agar kasus tidak menular ke negara lain. Di sisi lain, negara yang belum ada kasus perlu membentengi diri agar flu burung tidak masuk ke negara tersebut. Sementara di dalam negeri, setidaknya ada lima hal yang perlu dilakukan.
Pertama, surveilans ketat pada unggas dan manusia untuk mendeteksi kemungkinan sudah masuknya kasus. “Untuk unggas deteksinya bisa di tiga tempat, yaitu peternakan, pasar ayam, dan lingkungan rumah. Untuk manusia maka dapat dideteksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain,” ungkapnya.
Kedua, jika ada kecurigaan kasus pada manusia dan hewan, maka Tjandra mengimbau segera membentuk tim gabungan antara kesehatan manusia dan kesehatan hewan untuk turun ke lapangan.
Ketiga, cek ulang kesiapan dan ketersediaan sarana diagnosis, jika diperlukan secara luas suatu saat nanti.
Keempat, cek ketersediaan obat flu burung yang sejauh ini adalah Oseltamivir dengan merek Tamiflu.
Kelima, terus bekerja sama dengan WHO untuk memantau perkembangan kasus maupun genomik. “Kerja sama dengan WHO setidaknya dalam tiga hal, yaitu perkembangan kasus di berbagai negara, perkembangan genomik kasus pada manusia dan unggas, serta kerja sama internasional untuk ketersediaan logistik,” jelasnya.
Sumber: Kompas.com