JAKARTA – Meski banyak kendala dan tantangan, termasuk perang Rusia-Ukraina dan resesi global, tuan rumah Indonesia berhasil memastikan bahwa konferensi tingkat tinggi yang diselenggarakan di Bali pada 15-16 November 2022 menghasilkan deklarasi bersama yang dikenal sebagai G20 Bali Leaders ‘ Deklarasi . Hal ini menunjukkan bagaimana Indonesia di bawah Presiden Joko “Jokowi” Widodo berusaha menjadi kekuatan pemersatu di tengah ketidakpastian global.
Sekarang Indonesia telah mengalihkan fokus dan perhatian ke tantangan signifikan berikutnya: memimpin ASEAN (Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara) pada tahun 2023.
Ini merupakan kelima kalinya Indonesia memegang Keketuaan ASEAN – sebelumnya pada tahun 1976, 1996, 2003 dan 2011. Penyerahan keketuaan ASEAN dari Kamboja kepada Indonesia dilakukan pada KTT ASEAN November lalu .
Di tengah ketidakpastian geopolitik global saat ini, setidaknya ada tiga tantangan besar yang akan dihadapi Indonesia selama menjadi ketua forum regional terbesar negara-negara Asia Tenggara itu. Ini termasuk menyatukan negara-negara ASEAN dalam isu-isu global; memperkuat kerja sama regional; dan mendorong lebih banyak, bukan mengurangi, multilateralisme.
1. Menjaga persatuan ASEAN dalam isu-isu global
Sebagai chair, Indonesia bertanggung jawab untuk memimpin berbagai upaya ASEAN dalam mengatasi krisis regional dan global.
Negara-negara ASEAN saat ini terpecah karena masalah besar, seperti Laut China Selatan dan Myanmar. Setiap negara anggota ASEAN memiliki posisi, perspektif, dan kepentingan yang berbeda terhadap masalah tersebut.
Kondisi ini membuat negara-negara anggota ASEAN rentan untuk dipecah belah dan dieksploitasi oleh kekuatan besar.
China dan Amerika Serikat saat ini bersaing untuk mendapatkan pengaruh sebagai bagian dari persaingan global antara kekuatan besar. Asia Tenggara secara strategis terletak di tengah Indo-Pasifik, kawasan yang mendapat perhatian lebih dari pembuat kebijakan dan pakar dalam beberapa tahun terakhir.
Indonesia tidak hanya perlu mempertimbangkan kepentingan negara-negara anggota ASEAN, tetapi juga perlu menyeimbangkan kepentingan persaingan dari luar negeri.
2. Memperkuat kerjasama regional
Meskipun Indonesia adalah negara terbesar di ASEAN, dan telah memperkenalkan terobosan regional di masa lalu, Indonesia tidak dapat mengatasi tantangan sendirian. Indonesia perlu membangun konsensus di antara anggota yang memiliki kepentingan dan tujuan nasional yang berbeda.
Dengan demikian, Indonesia perlu merangkul negara-negara anggota ASEAN untuk memperkuat kerja sama regional di mana terdapat lebih sedikit perselisihan dan lebih banyak konvergensi kepentingan.
Isu-isu seperti ketahanan dan ketahanan pangan, keamanan maritim dan kejahatan transnasional dapat menjadi tempat untuk mulai melihat pentingnya ASEAN bagi negara-negara anggota. Apa yang disebut isu-isu “hasil yang menggantung rendah” ini sangat banyak, dan Indonesia dapat mempelopori upaya di tingkat regional untuk mendorong kerja sama ASEAN lebih lanjut di bidang tersebut.
Dampak pandemi COVID-19 dan perang Rusia-Ukraina terhadap rantai pasokan dan ekonomi global harus menunjukkan kepada negara-negara ASEAN bahwa mereka membutuhkan kerja sama yang lebih kuat di tingkat regional, dan pentingnya bekerja dalam kerangka kerja ASEAN daripada mengejar kebijakan secara sepihak.
Salah satu contoh keberhasilannya adalah dalam persiapan menghadapi pandemi, dengan didirikannya ASEAN Center for Public Health Emergencies and Emerging Diseases pada Pertemuan Menteri Kesehatan ASEAN ke-15 di Bali.
ASEAN telah mendirikan pusat ini agar para anggotanya dapat lebih siap menghadapi pandemi berikutnya.
3. Mendorong kembalinya multilateralisme
Indonesia perlu mendorong “multilateralisme” yang saat ini terancam oleh maraknya “minilateralisme”. Kegagalan untuk melakukannya akan mendorong ASEAN ke pinggiran dan bergantung pada kekuatan besar.
Multilateralisme dapat didefinisikan sebagai kerjasama internasional antara tiga negara atau lebih. “Minilateralisme” tidak memiliki definisi khusus, namun untuk artikel ini, saya menggunakan definisi sebagai:
“jumlah negara sekecil mungkin yang diperlukan untuk memiliki dampak sebesar mungkin dalam memecahkan masalah tertentu dengan jumlah negara bervariasi tergantung pada masalahnya.”
Dalam beberapa tahun terakhir, minilateralisme telah memfasilitasi munculnya institusi seperti AUKUS (pakta keamanan trilateral antara Australia, Inggris, dan AS, untuk kawasan Indo-Pasifik) dan QUAD (Dialog Segiempat Indo-Pasifik antara Australia, India, Jepang dan Amerika Serikat).
Lembaga-lembaga ini telah menjadi ancaman bagi peran ASEAN di kawasan, karena mereka cenderung membahas dan menyusun kebijakan eksklusif dengan keterlibatan ASEAN yang minimal.
Negara-negara Barat semakin berusaha melawan kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik menggunakan QUAD dan AUKUS, alih-alih bekerja dengan ASEAN.
Misalnya, pada November 2022, Jepang menjadi tuan rumah Latihan Angkatan Laut QUAD Malabar 2022 di Laut Filipina, lepas pantai Jepang. Itu melibatkan latihan di laut dengan kapal angkatan laut, pesawat terbang dan personel militer dari Australia, India, Jepang, dan Amerika Serikat.
China mengkritik latihan angkatan laut tersebut, menyebutnya sebagai upaya untuk membatasi dan menahan pengaruh China yang berkembang di wilayah tersebut .
Untuk melawan minilateralisme dan memperkuat multilateralisme, Indonesia harus mendorong forum yang dipimpin ASEAN, seperti Forum Regional ASEAN , yang tidak hanya melibatkan kekuatan besar tetapi juga kekuatan regional dan menengah seperti Jepang dan Korea Selatan.
Setiap dialog dengan mereka tidak boleh terfokus pada isu-isu kontroversial dan sensitif, seperti sengketa Laut China Selatan. Sebaliknya, mereka harus fokus pada isu-isu yang memiliki kepentingan bersama, seperti konektivitas, perubahan iklim, dan keamanan maritim.
Melibatkan kekuatan menengah seperti Jepang dan Korea Selatan akan menunjukkan sentralitas ASEAN dan, jika berhasil, juga akan menunjukkan bahwa multilateralisme – khususnya proses yang didukung ASEAN – masih aktif dan relevan.
Menjaga perebutan kekuasaan besar
Tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai Ketua ASEAN sangat banyak, tetapi bukan tidak dapat diatasi.
Semua isu di atas akan menjadi bagian dari upaya yang lebih luas bagi Indonesia untuk mencegah ASEAN menjadi medan pertempuran politik kekuatan besar berikutnya.
Indonesia perlu memimpin ASEAN dalam memperkuat dan memperdalam kerja sama ASEAN di berbagai sektor untuk meningkatkan ketahanannya dari pengaruh luar.
Jika Indonesia mampu menghindari hambatan, menavigasi situasi geopolitik dan menciptakan konsensus regional, Indonesia dapat mengubah tantangan menjadi peluang yang tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, tetapi juga kawasan secara keseluruhan.
Pertanyaannya, apakah pemerintah kita memiliki kemauan politik untuk melakukannya?
Hanya waktu yang akan memberitahu.
Sumber: Asian News Network