Pemerintah daerah perlu merancang formula khusus untuk menghitung jumlah kunjungan wisatawan yang lebih valid. Sebab, data tersebut akan berpengaruh terhadap kebijakan pengembangan pariwisata yang akan diambil kedepannya.
Pakar Pariwisata dari Universitas Muhammadiyah (UM) Sumatera Barat, Mochammad Abdi menilai, data kunjungan wisatawan ke Sumatera Barat, tidak bisa dijadikan sebagai tolak ukur utama dalam menilai tingkat keberhasilan pemerintah daerah dalam mengelola potensi sektor pariwisata.
Hal itu, menurutnya, disebabkan karena sumber acuan data kunjungan wisatawan ke Sumbar saat ini masih belum bisa dikatakan valid dan 100 persen sempurna. Sebab hanya mengandalkan penghitungan dan pelaporan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Kota saja.
“Kita tidak tahu sumber data apa yang digunakan untuk menghitungnya. Apakah yang tercatat hanya lalu lintas udara di bandara saja atau bagaimana. Lalu bagaimana dengan wisatawan yang datang lewat jalur darat atau overland, apakah semuanya sudah tercatat,” ujarnya. Jumat (4/8).
Abdi menyebut, penghitungan angka kunjungan wisatawan, seharusnya tidak hanya mengandalkan sistem pelaporan dari pemerintah daerah saja. Lebih dari itu, ia menyarankan agar Dinas Pariwisata juga menggandeng berbagai asosiasi pelaku usaha pariwisata dalam melakukan pendataan dan penghitungan itu.
Abdi menilai, database kunjungan ini merupakan suatu hal yang akan berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan dan keputusan penting di bidang pariwisata daerah kedepannya.
“Data ini tidak main-main. Jika salah data, kebijakan pun bisa salah dan ngawur. Untuk itu, saya kira setiap pemerintah daerah perlu memiliki pusat informasi atau tourism centre yang akan mencatat keluar masuk wisatawan,” jelasnya.
Berkaca dari sistem pelaporan dan pencatatan turis yang berlaku di negara jiran Malaysia dan sejumlah negara maju lainnya, kata Abdi, sistem pelaporan turis Indonesia dan Sumatera Barat khususnya, saat ini masih cukup tertinggal. Hal itu bisa dilihat dengan tidak pernah adanya regulasi yang mewajibkan seluruh Tour Travel Agen maupun pemandu wisata untuk melaporkan jumlah serta identitas para tamu wisatawan yang didampingi mereka kepada instansi resmi.
Padahal, di berbagai negara maju, sistem pelaporan pencatatan wisatawan seperti ini bahkan telah lama dilaksanakan oleh otoritas setempat. Ketiadaan regulasi dan sistem yang jelas ini, pada akhirnya juga menyebabkan dampak ekonomi aktivitas pariwisata jadi sulit dihitung.
“Jadi makanya, satu-satunya indikator yang bisa kita gunakan untuk menakar komitmen pemerintah dalam sektor pariwisata ini adalah Action atau tindak lanjut dari sebuah program kegiatan yang telah dibuat sebelumnya,” kata Abdi.
Ia menekankan, komitmen pemerintah serta jalinan kerjasama antar seluruh stakeholder pariwisata, sangat menentukan tingkat keberhasilan dari perencanaan program pariwisata yang telah dibuat sebelumnya. Atas dasar itu, ia menyarankan agar Pemprov Sumbat mengoptimalkan fungsi badan-badan pendukung pariwisata yang telah dibuat dengan tujuan membantu pemerintah daerah dalam bidang pariwisata seperti misalnya Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Sumbar yang telah dibentuk sebelumnya.
“Kolaborasi dan sinergi bersama Asosiasi usaha wisata, serta Pentahelix Pariwisata mesti ditingkatkan. Sebab bagaimanapun, membangun pariwisata butuh kerjasama dan komitmen bersama,” kata Abdi.